Gus Yahya Ajak Rais Aam Islah Akhiri Perpecahan di PBNU

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengajak Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar, untuk mengakhiri perpecahan internal lewat islah atau rekonsiliasi. Menurut Gus Yahya, ajakannya untuk bertemu belum ditanggapi oleh Miftachul Akhyar.

“Saya belum mendapatkan jawaban dari Rais Aam mengenai permohonan itu sampai detik ini. Tapi saya ingin menyatakan di sini bahwa saya belum berputus asa,” kata Yahya dalam konferensi pers di kantor PBNU di Jakarta, pada Rabu, 24 Desember 2025.

Gus Yahya menjelaskan, ia menggelar konferensi pers untuk menyampaikan hasil dari upaya islah yang disarankan oleh Musyawarah Kubro yang digelar sepuh PBNU di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, Ahad, 21 Desember 2025. Forum itu merekomendasikan kedua kubu untuk melakukan islah maksimal tiga hari setelahnya atau tenggat waktunya jatuh pada 24 Desember 2025.

Yahya mengklaim ia telah mencoba berbagai jalur komunikasi untuk menghubungi Miftachul Akhyar. Meskipun upaya islah ini gagal, ia mengaku akan kembali mengirim permohonan untuk berdamai.

Dalam konferensi pers itu, Yahya menegaskan bahwa ia menolak hasil rapat pengurus harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025 yang memberhentikan dirinya dari Ketua Umum PBNU. Sehingga apapun keputusan yang dihasilkan berikutnya juga dianggap tidak sah. Termasuk penetapan Zulfa Mustofa sebagai Penjabat Ketua Umum PBNU dalam rapat pleno pada 9 Desember 2025.

Yahya berujar, ia tidak ingin dualisme kepemimpinan di PBNU berlangsung secara berlarut-larut. Dia pun akan berkoordinasi dengan pengurus PBNU di tingkat wilayah maupun cabang untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut.

“Terlepas dari semua dinamika yang telah terjadi, saya tidak ingin memperparah kerusakan ukhuwah dan jam'iyah PBNU dengan terus mempertajam polemik,” ujar dia.

Dia berharap Miftachul Akhyar merespons permintaannya untuk bertemu agar masalah ini tak makin berlarut-larut.

Beberapa waktu terakhir, NU dihadapkan pada ketegangan internal yang dipicu oleh perbedaan sikap dan tafsir organisasi, termasuk terkait kepemimpinan, kebijakan strategis PBNU, serta wacana penyelenggaraan muktamar. Rapat Pengurus Harian Syuriyah PBNU menilai tindakan Gus Yahya melanggar Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025 dan meminta ketua umum untuk mundur.

Forum Musyawarah Kubro di Ponpes Lirboyo digelar untuk mencari jalan tengah di tengah perpecahan tersebut. Forum itu menetapkan bahwa tiga hari setelah rekomendasi keluar, kubu Yahya dan Rais Aam harus melakukan islah.

Rais Aam Miftachul Akhyar menegaskan bahwa ia menghormati hasil rekomendasi dari sepuh PBNU itu. Tapi ia berkukuh bahwa pemberhentian Yahya dari Ketua Umum PBNU sesuai dengan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga.

“Forum kultural tersebut tentu kami hormati karena berangkat dari inisiatif K.H. Anwar Manshur selaku salah satu Mustasyar PBNU. Tetapi keputusan organisasi harus berjalan sesuai aturan mekanisme Jam’iyah,” kata Miftachul Akhyar dalam keterangan tertulis pada Senin, 22 Desember 2025.

Miftachul Akhyar menuturkan, pemberhentian Yahya Cholil didasarkan dari hasil rapat pengurus harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025. Keputusan itu juga diperkuat dalam Rapat Pleno PBNU pada 9 Desember 2025 yang kemudian mengangkat Zulfa Mustofa sebagai Penjabat Ketua Umum PBNU.

Sehingga ia mengklaim bahwa keputusan itu tidak bisa dipandang sebagai tindakan sepihak Rais Aam, melainkan hasil kesepakatan melalui proses kelembagaan yang dijalankan secara bertahap dalam forum resmi.  

“Perbedaan pandangan adalah hal yang wajar dalam organisasi besar seperti NU. Namun perbedaan itu perlu ditempatkan secara jernih dan adil, terutama dalam membedakan antara tindakan personal dan keputusan institusional,” kata dia.

Rais Aam mengaku telah menyediakan kesempatan kepada Gus Yahya sebelum ia resmi diberhentikan pada 20 November 2025. Yaitu pada 13 dan 17 November lalu. Namun, Yahya saat itu dianggap keluar dari forum lebih cepat yang waktu yang disediakan oleh Rais Aam.