IDAI Aceh Temukan Kasus Stunting di Tengah Bencana

2 hours ago 2

Jakarta -

Bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh tak hanya merusak rumah dan fasilitas umum, tapi juga memperparah kondisi anak-anak yang mengalami stunting. Terlebih, kondisi ini diperparah dengan masih buruknya akses pengiriman untuk logistik.

Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aceh, dr Sulasmi, SpA mengatakan salah satu wilayah yang memiliki cukup banyak anak stunting adalah Desa Toweren. Ada sekitar 13 anak yang mengalami stunting.

"Kami saat ini masih terisolir dan hanya bisa dijangkau dengan baik itu lewat udara. Dan kebetulan balita stunting yang kami temui di Desa Toweren itu adalah salah satu desa yang jauh dari Aceh tengah ini," kata dr Sulasmi dalam konferensi daring IDAI, Senin (22/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebetulan kami sempat menemui 13 anak tersebut dan sudah melakukan beberapa edukasi," sambungnya.

dr Sulasmi mengatakan saat ini pihaknya masih kesulitan untuk memberikan logistik bantuan, khususnya kepada anak-anak stunting untuk bisa memenuhi gizi harian mereka.

Balita Korban Bencana Boleh Makan Mi Instan Maksimal 3 Hari Saja

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso SpA mengatakan banyak anak-anak stunting yang masih mengonsumsi mi instan.

"Tentu kalau anak stunting ya bisa makin berat malnutrisinya. Memang di antara bantuan yang harus segera adalah bagaimana nutrisi pada anak-anak harus dipenuhi dengan segera," kata dr Piprim.

"Jangan kepikirannya ngirim mi instan, mi instan, gitu loh. Masih banyak kiriman berupa mi instan. Saya rasa itu mesti diubah ke makanan yang bernutrisi, tapi dengan pengemasan yang memudahkan dipakai di daerah bencana," tutupnya.

dr Piprim juga menjelaskan bahwa dalam kondisi darurat yang sangat ekstrem, pemberian mi instan mungkin bisa dimaklumi hanya untuk tujuan bertahan hidup sementara.

"Tapi dalam kondisi darurat, artinya nggak lama-lama ya, mungkin 3 hari pertama nggak ada makanan apapun selain mi instan ya mungkin oke untuk survival," ujar dr Piprim.

Dia memberikan peringatan jika pemberian mi instan berlanjut hingga berminggu-minggu. Kandungan mi instan yang didominasi karbohidrat dan tinggi garam, namun rendah serat dan protein, dapat merusak status gizi anak.

"Ketika anak khususnya balita butuh nutrisi prohe (protein hewani) yang cukup dengan karbo dan lemaknya, ini tentu akan mengganggu masalah status gizi mereka," tegasnya.

Makanan Berteknologi Retort

Sebagai alternatif yang lebih sehat dibanding mie instan saat dapur umum belum tersedia, teknologi pangan menjadi solusinya. Penggunaan makanan yang diawetkan dengan proses sterilisasi modern sangat disarankan.

"Tapi apabila itu belum ada, yang terbaik sebetulnya makanan yang diawetkan, teknologi retort (divakum). Kemudian dia pakai sterilisasi tanpa zat kimia," tutupnya.

Teknologi retort menjadi alternatif agar makanan tetap bergizi, tahan lama, dan aman dikonsumsi anak-anak tanpa perlu bergantung pada makanan instan rendah nutrisi dalam jangka panjang.

Saksikan selengkapnya hanya di program detikPagi edisi Selasa (23/12/2025). Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com, YouTube dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.

"Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!"

(vrs/vrs)

Read Entire Article