UU Perkawinan Kembali Digugat, MK Diminta Legalkan Nikah Beda Agama

2 hours ago 1
Jakarta -

Sejumlah warga mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta agar MK melegalkan pernikahan beda agama.

Dilihat detikcom dari situs resmi MK, Selasa (23/12/2025), gugatan itu diajukan oleh Henoch Thomas, Uswatun Hasanah dan Syamsul Jahidin. Gugatan telah teregistrasi dengan nomor perkara 265/PUU-XXIII/2025.

Mereka menggugat pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan. Berikut bunyi pasal yang digugat tersebut:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Pemohon meminta pasal tersebut dihapus atau setidaknya diubah. Para pemohon ingin pernikahan antarumat berbeda agama bisa dinyatakan sah oleh undang-undang.

Mereka meminta agar pasal tersebut diubah menjadi:

Pasal 2 ayat (1):
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, tiap-tiap perkawinan antarpemeluk agama dan kepercayaan yang berbeda sepanjang telah sah dinyatakan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing itu.

Dalam permohonannya, para pemohon menyebut pernikahan beda agama merupakan realitas sosial di Indonesia. Pemohon juga mengutip data Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) yang menurut pemohon menunjukkan perkawinan antarumat beda agama meningkat.

"Bahwa berdasarkan data Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) mencatat sebanyak 1.655 pasangan yang melangsungkan perkawinan beda agama dalam periode 2005 hingga Juli 2023, dengan tren yang terus meningkat setiap tahunnya," ujar pemohon.

Pemohon juga menganggap pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pencatatan perkawinan pasangan beda agama. Pemohon juga menganggap pasal tersebut merugikan pasangan beda agama karena perkawinannya tak sah secara UU.

Mereka juga mengaitkan pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tersebut dengan keberadaan SEMA 2/2023. Dalam surat edaran itu, Mahkamah Agung (MA) melarang hakim mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan.

"Bahwa dengan adanya SEMA No.2 Tahun 2023, seluruh ruang hukum yang sebelumnya tersedia melalui mekanisme penetapan Pengadilan Negeri telah tertutup. Sebelum terbitnya SEMA ini, masih terdapat cara untuk melakukan pencatatan perkawinan antar agama melalui penetapan pengadilan. Namun, dengan berlakunya SEMA No. 2 Tahun 2023, tidak ada lagi kemungkinan bagi perkawinan antar agama mencatatkan perkawinannya melalui penetapan pengadilan," ujarnya.

Mereka pun meminta agar MK menghapus atau mengubah pasal tersebut. Menurut mereka, hal tersebut dapat memberi kepastian hukum bagi pasangan menikah beda agama.

"Bahwa pemohon tidak bermaksud meminta Mahkamah Konstitusi untuk mewajibkan pengadilan negeri mengabulkan setiap permohonan penetapan pencatatan perkawinan antaragama, melainkan menegaskan agar pengadilan tidak menolak permohonan tersebut dengan alasan bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan melarang pencatatan perkawinan antaragama," ujarnya.

(haf/zap)


Read Entire Article