Amnesty: Selidiki Kekerasan TNI ke Pengibar Bendera GAM

2 hours ago 2

DIREKTUR Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mendesak penyelidikan independen atas kekerasan yang dilakukan TNI terhadap masyarakat Aceh yang mengibarkan atribut Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Personel TNI menggelar sweeping terhadap konvoi yang membawa bendera bulan bintang Gerakan Aceh Merdeka. Namun razia tersebut berujung kekerasan di Krueng Mane, Aceh Utara, pada Kamis malam, 25 Desember 2025. Usman mengatakan tindakan itu merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM). 

“Tindakan represif yang diduga dilakukan aparat gabungan TNI/Polri terhadap relawan yang hendak menyalurkan bantuan ke Aceh Tamiang mencerminkan arogansi kekuasaan. Inisiatif kemanusiaan warga direspons dengan razia, pelarangan ekspresi bendera, pukulan, tendangan, dan laras senjata,” kata Usman Hamid dalam keterangan tertulis pada Jumat, 26 Desember 2025.

Sejumlah video yang beredar di media sosial menunjukkan sekelompok orang yang diduga aparat keamanan menghajar warga hingga terkapar. Bahkan ada pula warga yang kepalanya luka-luka karena dihantam dengan popor senjata. “Ini adalah bentuk penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force) yang tidak dapat dibenarkan oleh standar hukum manapun,” kata Usman. 

Dalam perspektif HAM, kata Usman, setiap warga negara berhak atas rasa aman dan bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia. Ia menuturkan alasan penertiban bendera bulan bintang ataupun klaim gangguan lalu lintas sama sekali tidak sebanding dengan kekerasan berlebih yang ditampilkan.

Menurut dia, negara telah melanggar mandat untuk melindungi dan menjaga keselamatan warga negara karena tindakan premanisme terhadap warga sipil tak bersenjata.

“Lebih jauh, tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap hak atas bantuan kemanusiaan. Konvoi tersebut lahir dari semangat gotong royong dan ekspresi kekecewaan warga atas lambannya respons pemerintah pusat menangani banjir,” kata Usman. 

Usman menegaskan, dengan menghalangi bantuan dan menganiaya relawan  aparat secara tidak langsung memperparah penderitaan korban bencana di Aceh Tamiang dan daerah-daerah lain yang sedang menanti pertolongan. 

“Oleh karena itu, impunitas tidak boleh dibiarkan. Penyelidikan independen dan transparan yang melibatkan Komnas HAM mutlak diperlukan untuk mengusut tuntas para pelaku kekerasan ini,” kata dia. 

Ia mengatakan negara harus berhenti menggunakan pendekatan keamanan militeristik dalam merespons inisiatif warga sipil, apalagi di tengah bencana. Negara wajib menjamin keamanan seluruh relawan agar distribusi logistik tidak lagi terhambat, serta membuka akses seluas-luasnya bagi bantuan dari pihak manapun, termasuk internasional, demi keselamatan warga negara.

Upaya pengiriman bantuan bencana oleh warga di Krueng Mane, Aceh Utara, diganggu oleh insiden kekerasan pada Kamis malam, 25 Desember 2025. Insiden bermula ketika aparat menghentikan konvoi truk bantuan yang menuju Aceh Tamiang untuk memeriksa muatan dan atribut, khususnya bendera bulan bintang, yang dikenal sebagai simbol khas Aceh.

Ketegangan memuncak dan berujung pada tindakan represif, di mana sedikitnya lima warga dilaporkan mengalami kekerasan fisik. Tayangan tiga video yang telah viral di media sosial merekam kekerasan beberapa orang yang diduga adalah aparat keamanan di malam hari.

Tayangan sebuah video menunjukkan beberapa orang berseragam loreng hijau mengeroyok seseorang dengan menendangnya berkali-kali hingga terkapar, lalu tampak pula beberapa orang berseragam cokelat dengan rompi bertuliskan polisi di sekitar deretan kendaraan yang berhenti.  

Sebuah video lainnya menunjukkan beberapa orang berseragam loreng hijau, di antaranya sambil membawa senapan laras panjang, terlihat memukul seseorang. Video lain juga menunjukkan pria berseragam loreng-loreng hijau memukul seseorang dan seorang pria terlihat luka-luka di kepala dan seorang lagi sudah terbaring lemas di dalam mobil.   

Salah seorang korban menderita luka robek di kepala akibat hantaman popor senjata walau sudah mengaku tidak membawa bendera bulan bintang. Korban yang merupakan warga Gampong Alue Kuta, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, menuturkan peristiwa tersebut terjadi saat dirinya bersama rombongan relawan dari sejumlah daerah tengah dalam perjalanan menuju Kabupaten Aceh Tamiang untuk mengantarkan bantuan bagi korban banjir.  

Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal (Marinir) Freddy Ardianzah menyayangkan narasi dan video viral yang menyudutkan institusi TNI. “TNI menyayangkan beredarnya video/konten yang memuat narasi tidak benar dan mendiskreditkan institusi TNI. Informasi tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan berpotensi menyesatkan publik,” kata Freddy kepada Tempo.

Freddy mengatakan penyisiran konvoi terjadi mulai 25 Desember siang sampai 26 Desember dini hari. Razia gabungan dengan Polri dilakukan untuk mencegah konvoi eks kombatan GAM dan antisipasi pembentangan bendera bulan bintang yang dipasang di tiang bambu dan ikat di kendaraan roda empat. 

Freddy mengatakan larangan pengibaran bendera bulan bintang karena simbol tersebut identik dengan gerakan separatis yang bertentangan dengan kedaulatan NKRI. Larangan inu diatur dalam Pasal 106 dan 107 KUHP, Pasal 24 huruf a, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, serta Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007.

Read Entire Article