Banyak Negara Terapkan Aturan Penggunaan ABS bagi Sepeda Motor, Indonesia Diminta Segera Buat Regulasi

4 days ago 13

INFO NASIONAL - Penggunaan sepeda motor di Indonesia tercatat mencapai 130 juta unit pada 2024 atau meningkat sekitar 20 persen dalam empat tahun terakhir. Namun, tingginya penggunaan sepeda motor ini belum dibarengi dengan regulasi dari pemerintah terkait fitur keselamatan.

Sebab, Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) menyebut pada 2024, kecelakaan lalu lintas paling banyak terjadi melibatkan sepeda motor, dengan 76,42 persen dari total kendaraan yang terlibat, atau sekitar 552.155 unit.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Salah satu fitur keselamatan yang perlu ada di sepeda motor adalah anti-lock braking system (ABS) sebagai salah satu fitur keselamatan. Saat ini, di Indonesia, rem dengan sistem ABS sudah ada pada motor baru berkubikasi 250 cc ke atas. Namun, mayoritas motor dan skuter di Indonesia memiliki kubikasi 150 cc ke bawah. 

Beberapa negara telah mewajibkan penggunaan fitur ABS, seperti India, negara dengan pengguna motor terbesar di dunia tersebut, pada Januari 2026 akan mewajibkan fitur anti-lock braking system (ABS) pada semua kendaraan baru roda dua, termasuk scooter dan juga sepeda motor. Beberapa negara Asia Tenggara juga telah memiliki aturan keselamatan dengan penggunaan ABS. Seperti, Thailand, yang telah mewajibkan pemasangan rem ABS untuk semua model motor baru berkapasitas di atas 125 cc pada 2024.

Malaysia pun menerapkan kebijakan penggunaan ABS bagi motor berkapasitas 150 cc ke atas sejak 1 Januari 2025. Di Singapura per 1 April 2027 sepeda motor wajib dilengkapi sistem rem ABS.

"Jadi di beberapa negara sepeda motor di atas 125 cc sudah menggunakan ABS. Sistem ABS ini penting, karena untuk membantu kita mengendalikan kendaraan kita khususnya pada saat kondisi basah atau musim hujan saat ini," kata Pengamat Transportasi ITB Sony Sulaksono Wibowo.

Menurut Sony, banyak kesalahpahaman di masyarakat yang melihat bahwa fitur keselamatan adalah kemewahan. Karena itu, Sony melanjutkan diperlukan edukasi bahwa fitur keselamatan itu harus ada dalam setiap kendaraan sesuai karakteristiknya.

"Ini harusnya yang diedukasi oleh pemerintah. Pemerintah memagari dengan regulasi dan mengedukasi masyarakat terkait dengan itu. Nah, dibutuhkan regulasi pemerintah untuk mendorong semua sepeda motor itu memiliki ABS, jadi tidak memberikan opsi ini boleh ber-ABS atau ini tidak, tapi langsung gitu, kalau pemerintah hadir untuk keselamatan," ujarnya.

Wakil Ketua Road Safety Association Ahmad Safrudin, mengatakan Indonesia memiliki pabrikan sepeda motor yang dalam konteks adopsi teknologi lebih tertinggal. "Regulasinya diubah, jadi regulasi di tingkat supply. Mau tidak mau di level regulasi yang harus diatur di sana dan sifatnya kalau masyarakat kan diberikan, artinya yang ada di pasar itu yang dibeli. Konteks ini menjadi penting sebagai dorongan pemerintah, sehingga kendaraan yang ada di pasar itu safety untuk pengendara," kata Ahmad.

Apalagi, penelitian ekstensif di beberapa negara Eropa secara konsisten menunjukkan bahwa sistem rem Anti-lock Braking System (ABS) pada sepeda motor sangat efektif dalam mengurangi angka kecelakaan, terutama yang parah dan fatal. Hasil penelitian ini memberikan bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung penerapan ABS secara wajib.

Infografik mengenai legislasi teknologi keselamatan kendaraan roda dua di sejumlah negara, yang menunjukkan penerapan dan rencana kewajiban penggunaan sistem pengereman seperti ABS dan CBS berdasarkan kapasitas mesin, data per Juli 2024. Dok. TEMPO

Sejalan dengan temuan ini, Uni Eropa telah memberlakukan peraturan yang mewajibkan semua sepeda motor baru dengan mesin di atas 125 cc untuk dilengkapi dengan ABS sebagai standar sejak 2016.

Menurut Ahmad, dari sisi harga jika dibandingkan dengan sepeda motor 125 cc di Vietnam atau India yang sudah memiliki fitur ABS, sesungguhnya harga sepeda motor 125 cc di Indonesia relatif lebih mahal. “Jadi dalam konteks jika disisipkan teknologi ABS yang aman seperti ini, relatif tidak mendongkrak harga. Kami sudah kaji itu, artinya masih ada peluang kalau pemerintah lebih tegas bicara dengan pabrikan sepeda motor kemudian dihitung cost of structure, itu masih bisa sebenarnya. Apalagi salah satu merek menyatakan tidak masalah dengan penambahan ABS ini, karena tidak berpengaruh terhadap harga jual,” kata dia. 

Karena itu, Ahmad melanjutkan, sebagai pengguna sepeda motor sebaiknya sebisa mungkin mulailah menggunakan teknologi yang menunjang keselamatan. “Kita harus lebih pintar memilih teknologi yang bisa memberikan safety level lebih. Karena kalau kita jeli dan kritis sesungguhnya ada sepeda motor yang harganya tidak mahal tapi sudah mengandung teknologi yang menopang keselamatan kita, misalnya dengan adopsi ABS ini,” ujarnya. 

Pemerintah juga tengah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan untuk mengadopsi teknologi baru dan meningkatkan keselamatan. Revisi ini akan berfokus pada penyesuaian standar teknis kendaraan, termasuk standar keselamatan internasional dan teknologi, salah satunya anti-lock braking system (ABS).

“Saya pikir ini momentum bagus, karena revisi PP 55 ini keharusan untuk mengadopsi ABS. Ini juga sudah menjadi resolusi PBB secara global, jadi mutlak pemerintah harus menciptakan regulasi untuk sepeda motor yang lebih berkeselamatan,” kata Ahmad. (*)

Read Entire Article