Hasil Survey Tempo Data Science : Kepercayaan Publik ke Prabowo Stabil Tapi Bermasalah di Isu Kesejahteraan

INFO TEMPO - Setahun lebih pemerintahan Prabowo berjalan, publik seperti sedang menilai Indonesia dalam dua cuaca: ada yang terasa membaik, ada yang terasa jalan di tempat. Fase “transisi” itu cukup gamblang: keamanan nasional dinilai relatif baik (51,1 persen), akses pendidikan membaik (52,9 persen), dan pemenuhan kebutuhan berobat lebih mudah (54,7 persen). Demikian gambaran umum hasil survey persepsi publik Tempo Data Science--lini bisnis Tempo yang bergerak di bidang riset, survey, publishing dan digital asset management--terhadap satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Modal stabilitas dan layanan dasar ini biasanya menjadi kredit awal sebuah pemerintahan: ia cepat terlihat, mudah dirasakan, dan gampang diceritakan ulang. Tetapi begitu ukuran berpindah ke urusan yang paling sering menghampiri meja makan—ekonomi dan kerja—nada publik berubah lebih datar. Sebanyak 47,0 persen menilai ekonomi nasional “biasa-biasa saja”, dan 51,8 persen merasakan lapangan pekerjaan semakin sulit.

Tempo Data Science menggelar Survei Nasional “Persepsi Publik terhadap 1 Tahun Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto” pada 10–16 Desember 2025. Hasil survey ini bisa menjadi “termometer” sosial bagi pemerintah.

TDS mensurvey 1.260 responden yang dipilih lewat metode multistage random sampling, merepresentasikan populasi dan pemilih pada Pemilihan Umum. TDS mewawancarai mereka secara tatap muka menggunakan panduan kuosioner dengan margin of error ±2,9 persen dan selang kepercayaan 95 persen.

Kendati persepsi publik terhadap kesejahteraan belum memuaskan, ruang optimisme publik tetap hidup, bahkan cukup kuat. Masih ada 61,4 persen responden yang optimistis ekonomi rumah tangga akan membaik setahun ke depan, dan 55,7 persen yang optimistis ekonomi nasional membaik. Optimisme inilah yang, dalam bahasa politik, sering bekerja sebagai “kesabaran kolektif”: publik memberi waktu—sepanjang hasilnya nanti benar-benar terasa.

Di sinilah tantangan utama pemerintah: mengonversi stabilitas menjadi kesejahteraan yang nyata—dan membuat dampak itu bisa dibaca warga tanpa perlu “penerjemah” kebijakan. Sebab pemerintah punya modal legitimasi kuat, yaitu pada aspek kepuasan terhadap isu keamanan, kesehatan, kerukunan, serta optimisme. Tetapi uji jangka menengahnya adalah pemerataan dan keadilan kesejahteraan.(*)