Rektor Universitas Paramadina Usul Sistem Pilkada Campuran

1 day ago 12

Rektor Universitas Paramadina Didik Junaedi Rachbini mengusulkan sistem pemilihan kepala daerah atau pilkada dengan metode campuran yang menggabungkan pemilihan langsung dan tidak langsung. Menurut Didik, penerapan sistem pemilihan gabungan ini bisa mengatasi polemik wacana Pilkada lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diusulkan Partai Golkar.

“Ini merupakan jalan tengah antara demokrasi liberal yang rusak sekarang dengan menghindari sistem pemilihan DPRD seperti Orde Baru,” kata Didik dalam keterangan tertulis pada Selasa, 23 Desember 2025.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Dia menjelaskan, bahwa sistem pilkada campuran yang ia usulkan dibagi ke dalam dua bentuk. Pertama, pilkada diselenggarakan secara tidak langsung dengan memberikan hak pilih kepada anggota DPRD. Kedua, calon gubernur, wali kota atau bupati tidak lagi ditetapkan oleh elite partai, melainkan hasil seleksi dari tiga anggota DPRD yang dipilih rakyat berdasarkan suara terbanyak di provinsi atau kabupaten/kota tersebut.

Didik mengatakan, bahwa usulan pilkada melalui DPRD tidak serta merta menghilangkan masalah besarnya ongkos dalam pilkada. Apalagi jika pilkada tak langsung itu kembali digelar, hanya elite politik yang punya alat kontrol terhadap.

Namun, ia menilai sistem pilkada langsung memiliki kelemahan terutama di era teknologi sekarang yang memunculkan maraknya penggunaan buzzer hingga akal imitasi atau artificial intelligence. Menurut Didik, diskursus tentang demokrasi di ruang digital telah berkembang menjadi tidak sehat karena disapu oleh provokasi pendengung dan lain-lain.

Akhirnya, kata dia, sistem ‘satu orang satu suara’ berpotensi menjadi alat eksploitasi dan manipulasi elite yang menguasai uang dan teknologi. “Hasilnya adalah pemimpin pencitraan, yang tidak menampakkan wajah aslinya, seperti terlihat pada kepemimpinan Jokowi,” kata dia.

Atas dasar itu, ia berpendapat bahwa pelaksanaan pilkada tak langsung juga bisa mengurangi efek negatif penyalahgunaan teknologi di ruang demokrasi. Namun, ia menggarisbawahi bahwa pelaksanaan pilkada melalui DPRD tidak boleh mereplika saat sistem itu berlaku di era Presiden Soeharto.

Didik meminta Presiden Prabowo mencari solusi terbaik dari polemik usulan pilkada tak langsung. Ia kembali menyoroti adanya resistensi terhadap usulan pilkada tak langsung yang dilontarkan Prabowo dalam peringatan ulang tahun Partai Golkar pada 5 Desember 2025.

“Pemimpin politik harus mencari inovasi politik, yang terbaik untuk demokrasi dan rakyat serta menjamin kelangsungan kehidupan bernegara yang stabil dan makmur,” kata Didik.

‎Usulan Partai Golkar untuk mengubah sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) memantik beragam reaksi. Partai berlambang pohon beringin itu mendorong agar pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati kembali dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau secara tidak langsung.

Golkar menilai skema pilkada tak langsung tetap mencerminkan kedaulatan rakyat karena melibatkan wakil-wakil yang dipilih melalui pemilu. Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyebut sistem tersebut juga dapat menekan tingginya ongkos politik yang selama ini membebani pasangan calon.

Menurut Bahlil, pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati secara langsung justru kerap mendatang malapetaka. "Orang cerai gara-gara pilkada. Di kampung saya, orang tidak mau menegur saya gara-gara pilkada," ujar Bahlil di kantor DPP Golkar pada Sabtu, 20 Desember 2025.

‎Sejumlah partai politik di koalisi pemerintahan mendukung usulan pilkada tak langsung tersebut. Selain Partai Golkar, terdapat Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyatakan menolak wacana itu. Partai politik lainnya seperti NasDem, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) belum bersikap.

‎Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article