Dewan Pakar BGN Akui Punya dan Kelola Dapur MBG

3 days ago 7

DEWAN Pakar Badan Gizi Nasional (BGN), Ikeu Tanziha, mengakui telah memiliki dan mengelola satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG), dapur penyedia program makan bergizi gratis (MBG). Pengalaman langsung mengelola SPPG itu, kata Ikeu, membuatnya memahami berbagai persoalan di lapangan, terutama pada fase awal operasional.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

“Saya dulu tidak tertarik punya SPPG karena sibuk dan membangunnya mahal. Tapi setelah sering mengevaluasi SPPG dan melihat berbagai masalah, akhirnya saya bilang ke Kepala Badan, ‘Pak, saya mau bikin SPPG',” kata Ikeu dalam diskus tentang MBG di Ruang Belajar Alex Tilaar, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Desember 2025.

Menurut Ikeu, masa paling krusial dalam pengelolaan SPPG adalah dua pekan hingga satu bulan pertama. Pada fase ini, dapur MBG kerap menghadapi persoalan perilaku hidup bersih dan sehat dari para pekerja. Ia menyebut sebagian besar pegawai SPPG berasal dari masyarakat sekitar yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman kerja di dapur atau layanan pangan.

“Empat puluh tujuh orang itu benar-benar orang yang tidak tahu kerjaan apa-apa. Perilaku hidup sehat juga belum terbentuk. Habis makan, cuci piring di mana saja, minyak tumpah di mana-mana, sampah ditinggalkan di saluran air,” ujar Ikeu.

Saat awal operasional SPPG miliknya, sisa makanan atau food waste bahkan sempat disimpan hingga dua hari dan memunculkan belatung. Ikeu mengaku mendokumentasikan satu per satu pelanggaran kebersihan tersebut untuk dijadikan bahan evaluasi internal. “Di situlah SPPG dan ahli gizi harus berjuang bersama mitra. Kalau mitranya tidak mau ikut berubah, memang sulit,” kata dia.

Ikeu menjelaskan, persoalan utama yang berpotensi memicu kasus keracunan makanan bukan semata kualitas bahan pangan, melainkan buruknya sanitasi dan kebiasaan higienitas. Ia mencontohkan masih adanya dapur yang tidak menyediakan wastafel dan sabun cuci tangan di dekat toilet, sehingga meningkatkan risiko kontaminasi bakteri E. coli.

“Orang keluar dari toilet tidak cuci tangan pakai sabun, lalu pegang food tray. Itu faktor tertinggi keracunan,” ujarnya.

Ia menegaskan pentingnya Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) yang diterbitkan berdasarkan kondisi riil dapur, bukan sekadar formalitas. “SLHS itu tidak boleh dibayar. Harus betul-betul keluar berdasarkan data,” kata Ikeu.

Menurut Ikeu, desain program MBG sejatinya tidak hanya bertujuan memberi makan gratis, tetapi juga menjadi sarana transformasi sosial melalui perubahan perilaku. Ia mengklaim, setelah proses pendampingan dan pembiasaan, kondisi SPPG yang dikelolanya kini sudah jauh lebih tertib dan bersih.

“Sekarang sudah terbentuk perilaku hidup sehat. Sandal dapur tidak dipakai keluar, food waste langsung dibuang atau diambil peternak. Tidak ada sampah yang menginap,” ujar dia.

Read Entire Article