DPR Ingatkan Urgensi Revisi UU Penanggulangan Bencana

KETUA Harian Tim Pengawas Bencana DPR Muhammad Husni menegaskan pentingnya penyempurnaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Anggota Komisi VIII DPR tersebut menilai perlu ada penyesuaian antara regulasi dan kondisi kebencanaan saat ini yang semakin kompleks, berskala besar, dan berdampak luas.

“Kita ini daerah supermarket bencana dan tidak pernah putus. Belum selesai satu daerah, sudah muncul bencana di daerah lain,” ujar Husni, dikutip dari keterangan tertulis di laman resmi DPR, Rabu, 24 Desember 2025.

Politikus Partai Gerindra berharap perubahan atas Undang-Undang Penanggulangan Bencana dapat masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2026. Ia menginginkan pembahasan revisi atas produk legislasi terkait dengan kebencanaan ini segera dilakukan secara menyeluruh. “Mudah-mudahan tahun 2026 bisa masuk Prolegnas dan dibahas lebih cepat, karena penguatan sistem kebencanaan ini sangat mendesak,” tutur Husni.

Ia berpendapat, sistem penanggulangan bencana nasional masih belum berjalan efektif. Musababnya, integrasi antarkementerian dan lembaga masih lemah, meskipun bantuan pemerintah telah disalurkan ke daerah terdampak. Bantuan pemerintah pusat, kata Husni, sudah masuk ke wilayah bencana. Misalnya dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, hingga Kementerian Dalam Negeri.

Kendati demikian, Husni menyebut kehadiran bantuan belum sepenuhnya menjawab kebutuhan di lapangan. “Bantuannya masuk, tapi apakah sasaran yang dituju tercapai? Jawabannya belum,” kata Husni.

Dia menerangkan, masalah utama terletak pada tidak terintegrasinya peran masing-masing kementerian dan lembaga dalam satu komando yang jelas. Tak hanya itu, Husni menilai kondisi ini diperparah dengan status BNPB yang masih berupa badan, sehingga kewenangannya dalam mengoordinasikan lintas sektor dianggapnya terbatas. “Walaupun TNI dan Polri ikut membantu, kalau integrasinya tidak nyambung, semuanya bergerak sendiri-sendiri. Padahal harus ada satu yang memutuskan,” tutur dia.

Husni pun menyinggung pembicaraan di Komisi VIII DPR ihwal penguatan BNPB hingga kemungkinan peningkatan status menjadi kementerian.

Menurut Husni, dalam revisi Undang-Undang Penanggulangan Bencana, BNPB harus diposisikan sebagai pemimpin utama yang mampu mengintegrasikan seluruh unsur kebencanaan, mulai dari TNI, Polri, kementerian teknis, hingga Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Husni mengingatkan kepemimpinan yang kuat dibutuhkan untuk menentukan keputusan strategis, seperti penetapan status tanggap darurat, waktu pembangunan hunian sementara (huntara), hingga pembangunan hunian tetap bagi korban bencana.

Ia lantas menyebut terdapat 15 mitra kerja yang terlibat dalam urusan kebencanaan. Namun, tanpa sinergi yang kuat, peran masing-masing mitra tidak akan berjalan maksimal. “Kebencanaan itu bukan hanya BNPB atau Kemensos. Yang rusak bukan hanya masjid, bukan hanya sekolah, jalan, atau perumahan. Semua sektor harus terhubung,” kata Husni.

Bencana ekologis berupa anjir dan tanah longsor melanda 52 kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November 2025.Berdasarkan data BNPB per Rabu, 24 Desember 2025, mala itu mengakibatkan sekitar 1.112 orang meninggal dan 7.000 orang luka-luka.

BNPB juga melaporkan setidaknya 176 orang masih dinyatakan hilang. ‎Bencana ini juga mengakibatkan lebih dari 150 ribu rumah serta ribuan fasilitas umum, kesehatan, pendidikan, dan jembatan rusak.